Monday, January 10, 2011


Make it simple

0
Liburan natal 2010 kemaren secara kebetulan saya dipertemukan lagi dengan salah satu teman lama. Ya, sudah lama sekali kita ga ketemu. Terakhir waktu masih sama-sama SMP. Dulu dia salah satu teman deket saya... Hehehehe. Pernah sangat deket.
Skarang kita ketemu dengan kondisi saya yang tak jauh berbeda. Kalo kata dia, hanya sedikit lebih gemukan. Hehehehe, lumayanlah dibilang gemukan walaupun dikit. Dia juga ga jauh berbeda, masih pendek kaya dulu. hahahahaha. Tapi bedanya, udah punya istri sama anak. Ups..
Kali ini saya menempuh 5 jam perjalanan bersama dia menuju Pekanbaru. Bisa kebayang donk, sepanjang jalan kita ngobrol. Mulai dari kejadian lucu waktu masih SD, trus cerita ngisengin guru waktu SMP, sampe cerita dia dan keluarganya.
Sekarang dia punya usaha biro jasa travel. Katanya kalo ngomongin duit, ga gede yang bisa dia dapetin dari usaha itu. Maklum, masih join sama orang lain. Tapi dia menjalani kehidupannya dengan tenang, seneng, dan ga pernah mengkhawatirkan masa depannya. Sepertinya sangat mensyukuri dan menikmati hidupnya.
Sebuah tamparan buat saya......
Perjalanan 5 jam, dengan seseorang yang banyak mengajarkan saya kesederhanaan dan keikhlasan menjalani kehidupan
Mungkin tak banyak yang spesial. Tapi lesson learned dari obrolan kita adalah, jangan membuat sesuatu menjadi rumit. "Make it simple". Jangan pernah mengkhawatirkan masa depan, karna memang sampai kapanpun hal itu akan tetap menjadi misteri. Selama kita menjalani hidup dengan benar, artinya kita bisa mengendalikan kehidupan kita.

Tuesday, December 14, 2010


Lagi-lagi Soal Politik

0
Teringat kata-kata seorang teman:

"Mungkin lebih baik dulu gw DO (Drop Out) aja dari kampus gw (dia alumni salah satu universitas negeri terbaik), jadi politisi, sering cuap2 tapi punya banyak duit"


"Politisi banyak duit", tanpa membutuhkan aba-aba mungkin kita semua akan serempak meneriakkan, 'setuju'. Tapi apakah jadi politisi itu pilihan yang 'lebih baik'? Kita akan punya jawaban berbeda-beda tentunya.


Buat saya sendiri, politik adalah dunianya orang-orang yang 'tega-an'. Kita semua saksikan dua orang bersaudara bisa saja saling serang pada saat 'promosi' (baca:kampanye dan segala propagandanya) hanya karena berbeda partai politik. Sebagian orang berpendapat bahwa itu adalah konsekuensi dari demokrasi ada juga yang bilang itu wujud kebebasan berpolitik. Tidak ada yang salah dengan pendapat ini. Tapi saya berpikir, apa iya saling serang antar saudara kandung harus bisa kita namai 'demokrasi'?


entahlaaaaaaah... itu pilihan mereka. Masa bodo, selagi tidak mengusik saya. heheheh


Tapi kejamnya politik, secara tidak langsung, telah mengusik saya beberapa bulan belakangan. Seorang praktisi hebat, yang memang tidak punya kekuatan politik, digusur dari negara ini. Sri Mulyani Indrawati (SMI), yang pada akhirnya harus menanggung dosa dari sebuah kebijakan yang dipersalahkan. Saya tidak kompeten menilai kebijakan itu sudah benar atau tidak, tetapi sekedar berpendapat, SMIsaat itu sudah melakukan apa yang seharusnya dia lakukan.


Saya melihatnya secara sederhana. Kita contohkan seorang dokter, yang menurut perhitungan medis harus mengoperasi pasiennya. Dengan persetujuan keluarga pasien itu pun dioperasi. Dan kalo kemudian setelah operasi ternyata pasiennya tidak segera sembuh atau bahkan mungkin meninggal, apakah itu salah sang dokter? Apakah dengan tidak dioperasi berarti si pasien akan sembuh? Tak adil tentunya kalau kita menyalahkan dokter tersebut.


Begitu juga SMI, yang dengan persetujuan pihak berwenang mengambil kebijakan dikala itu. kenapa dia harus menanggung sendiri semua yang dianggep sebagian orang sebagai 'sebuah kesalahan'?


Berikut adalah petikan pidato SMI saat kuliah umum terakhirnya:


"Saya rasanya lebih berat berdiri disini daripada waktu dipanggil pansus Century. Dan saya bisa merasakan itu karena sometimes dari moral danetikanya jelas berbeda. Dan itu yang membuat saya jarang sekali merasagrogi sekarang menjadi grogi. Saya diajari pak Marsilam untuk memanggilorang tanpa mas atau bapak, karena diangap itu adalah ekspresiegalitarian. Saya susah manggil 'Marsilam', selalu pakai 'pak', dan diamarah. Tapi untuk Rocky saya malam ini saya panggil Rocky (Rocky Gerungdari P2D) yang baik. Terimakasih atas...... (tepuk tangan);;


Tapi saya jelas nggak berani manggil Rahmat Toleng dengan RahmatTolengtor, kasus. Terimakasih atas introduksi yang sangat generous. Sayasebetulnya agak keberatan diundang malam hari ini untuk dua hal. Pertamakarena judulnya adalah memberi kuliah. Dan biasanya kalau memberi kuliahsaya harus, paling tidak membaca textbook yang harus saya baca dulu dankemudian berpikir keras bagaimana menjelaskan.Dan malam ini tidak ada kuliah di gedung atau di hotel yang begitu bagustu biasanya kuliah kelas internasional atau spesial biasanya. Hanya untukeksekutif yang bayar SPP nya mahal. Dan pasti neolib itu (disambuttertawa). Oleh karena itu saya revisi mungkin namanya lebih adalahekspresi saya untuk berbicara tentang kebijakan publik dan etika publik.


Yang kedua, meskipun tadi mas Rocky menyampaikan, eh salah lagi. Kalautadi disebutkan mengenai ada dua laki-laki, hati kecil saya tetap sayaakan mengatakan sampai hari ini saya adalah pembantu laki-laki itu (tepuktangan). Dan malam ini saya akan sekaligus menceritakan tentang konsepetika yang saya pahami pada saat saya masih pembantu, secara etika sayatidak boleh untuk mengatakan hal yang buruk kepada siapapun yang sayabantu. Jadi saya mohon maaf kalau agak berbeda dan aspirasinya tidaksesuai dengan amanat pada hari ini.


Tapi saya diminta untuk bicara tentang kebijakan publik dan etika publik.Dan itu adalah suatu topik yang barangkali merupakan suatu pergulatanharian saya, semenjak hari pertama saya bersedia untuk menerima jabatansebagai menteri di kabinet di Republik Indonesia itu.


Suatu penerimaan jabatan yang saya lakukan dengan penuh kesadaran, dengansegala upaya saya untuk memahami apa itu konsep jabatan publik. Pejabatnegara yang pada dalam dirinya, setiap hari adalah melakukan tindakan,membuat pernyataan, membuat keputusan, yang semuanya adalah dimensinyauntuk kepentingan publik.


Disitu letak pertama dan sangat sulit bagi orang seperti saya karena sayatidak belajar, seperti anda semua, termasuk siapa tadi yang menjadi MC,tentang filosofi. Namun saya dididik oleh keluarga untuk memahami etika didalam pemahaman seperti yang saya ketahui. Bahwa sebagai pejabat publik,hari pertama saya harus mampu untuk membuat garis antara apa yang disebutsebagai kepentingan publik dengan kepentingan pribadi saya dan keluarga,atau kelompok.


Dan sebetulnya tidak harus menjadi muridnya Rocky Gerung di filsafat UIuntuk pintar mengenai itu. Karena kita belajar selama 30 tahun dibawahrezim presiden Soeharto. Dimana begitu acak hubungan, dan acak-acakanhubungan antara kepentingan publik dan kepentingan pribadi. Dan itumerupakan modal awal saya untuk memahami konsekuensi menjadi pejabatpublik yang setiap hari harus membuat kebijakan publik dengan domain sayasebagai makhluk, yang juga punya privacy atau kepentingan pribadi.


Di dalam ranah itulah kemudian dari hari pertama dan sampai lebih dari 5tahun saya bekerja untuk pemerintahan ini. Topik mengenai apa itukebijakan publik dan bagaimana kita harus, dari mulai berpikir, merasakan,bersikap, dan membuat keputusan menjadi sangat penting. Tentu saya tidakperlu harus mengulangi, karena itu menyangkut, yang disebut, tujuankonstitusi, yaitu kepentingan masyarakat banyak. Yaitu mencapaikesejahteraan rakyat yang adil dan makmur.


Jadi kebijakan pubik dibuat tujuannya adalah untuk melayani masyarakat,Kebijakan publik dibuat melalui dan oleh kekuasaan. Karena dia dibuat olehinstitusi publik yang eksis karena dia merupakan produk dari suatu prosespolitik dan dia memiliki kekuasaan untuk mengeluarkannya. Disitulah letakbersinggungan, apa yang disebut sebagai ingridient utama dari kebijakanpublik, yaitu unsur kekuasaan. Dan kekuasaan itu sangat mudahmenggelincirkan kita.


Kekuasaan selalu cenderung untuk corrupt. Tanpa adanya pengendalian dansistim pengawasan, saya yakin kekuasaan itu pasti corrupt. Itu sudahdikenal oleh kita semua. Namun pada saat anda berdiri sebagai pejabatpublik, memiliki kekuasan dan kekuasan itu sudah dipastikan akan membuatkita corrupt, maka pertanyaan 'kalau saya mau menjadi pejabat publik dantidak ingin corrupt, apa yang harus saya lakukan?'


Oleh karena itu, di dalam proses-proses yang dilalui atau saya lalui, jadiini lebih saya cerita daripada kuliah. Dari hari pertama, karena begitukhawatirnya, tapi juga pada saat yang sama punya perasaan anxiety untukmenjalankan kekuasaan, namun saya tidak ingin tergelincir kepada korupsi,maka pada hari pertama anda masuk kantor, anda bertanya dulu kepada sistempengawas internal anda dan staff anda. Apalagi waktu itu jabatan dariBappenas menjadi Menteri Keuangan. Dan saya sadar sesadar sadarnya bahwakewenangan dan kekuasaan Kementrian Keuangan atau Menteri Keuangan sungguhsangat besar. Bahkan pada saat saya tidak berpikir corrupt pun orang sudahberpikir ngeres mengenai hal itu.


Bayangkan, seseorang harus mengelola suatu resources yang omsetnya tiaptahun sekitar, mulai dari saya mulai dari 400 triliun sampai sekarangdiatas 1000 triliun, itu omset. Total asetnya mendekati 3000 triliunlebih.(batuk2) Saya lihat (ehem!) banyak sekali (ehem lagi) kalau bicarauang terus langsung.... (ada air putih langsung datang diiringi ketawahadirin).


Saya sudah melihat banyak sekali apa yang disebut tata kelola ataugovernance. pada saat seseorang memegang suatu kewenangan dimanamelibatkan uang yang begitu banyak. Tidak mudah mencari orang yang tidaktergiur, apalagi terpeleset, sehingga tergoda bahwa apa yang dia kelolamenjadi seoalh-olah menjadi barang atau aset miliknya sendiri.Dan disitulah hal-hal yang sangat nyata mengenai bagaimana kita harusmembuat garis pembatas yang sangat disiplin. Disiplin pada diri kitasendiri dan dalam, bahkan, pikiran kita dan perasaan kita untukmenjalankan tugas itu secara dingin, rasional, dengan penuh perhitungandan tidak membolehkan perasaan ataupun godaan apapun untuk, bahkanberpikir untuk meng-abusenya.


Barangkali itu istilah yang disebut teknokratis. Tapi saya sih menganggapbahwa juga orang yang katanya berasal dari akademik dan disebut tekhnokrattapi ternyata 'bau'nya tidak seperti itu. Tingkahnya apalagi lebih-lebih.Jadi saya biasanya tidak mengklasifikasikan berdasarkan label. Tapiberdasarkan genuine product nya dia hasilnya apa, tingkah laku yangesensial.


Nah, di dalam hari-hari dimana kita harus membicarakan kebijakan publik,dan tadi disebutkan bahwa kewenangan begitu besar, menyangkut sebuah ataunilai resources yang begitu besar. Kita mencoba untuk menegakkanrambu-rambu, internal maupun eksternal.


Mungkin contoh untuk internal hari pertama saya bertanya kepadaInspektorat Jenderal saya. "Tolong beri saya list apa yang boleh dan tidakboleh dari seorang menteri." Biasanya mereka bingung, tidak perndah adamenteri yang tanya begitu ke saya bu. Saya menetri boleh semuanya termasukmecat saya.


Kalau seorang menteri kemudian menanyakan apa yang boleh dan nggak boleh,buat mereka menjadi suatu pertanyaan yang sangat janggal. Untuk kulturbirokrat, itu sangat sulit dipahami. Di dalam konteks yang lebih besar danalasan yang lebih besar adalah dengan rambu-rambu. Kita membuat standartoperating procedure, tata cara, tata kelola untuk membuat bagaimanakebijakan dibuat. Bahkan menciptakan sistem check and balance.


Karena kebijakan publik dengan menggunakan elemen kekuasaan, dia sangatmudah untuk memunculkan konflik kepentingan. Saya bisa cerita berhari-harikepada anda. Banyak contoh dimana produk-produk kebijakan sangatmemungkinkan seorang, pada jabatan Menteri Keuangan, mudah tergoda. Darikorupsi kecil hingga korupsi yang besar. Dari korupsi yang sifatnya hilirdan ritel sampai korupsi yang sifatnya upstream dan hulu.


Dan bahkan dengan kewenangan dan kemampuannya dia pun bisa menyembunyikanitu. Karena dengan kewenangan yang besar, dia juga sebetulnya bisa membelisistem. Dia bisa menciptakan network. Dia bisa menciptakan pengaruh. Danpengaruh itu bisa menguntungkan bagi dirinya sendiri atau kelompoknya.Godaan itulah yang sebetulnya kita selalu ingin bendung. Karena begituanda tergelincir pada satu hal, maka tidak akan pernah berhenti.


Namun, meskipun kita mencoba untuk menegakkan aturan, membuat rambu-rambu,dengan menegakkan pengawasan internal dan eksternal, sering bahwapengawasan itu pun masih bisa dilewati. Disinilah kemudian muncul, apayang disebut unsur etika. Karena etika menempel dalam diri kita sendiri.Di dalam cara kita melihat apakah sesuatu itu pantas atau tidak pantas,apakah sesuatu itu menghianati atau tidak menghianati kepentingan publikyang harus kita layani. Apakah kita punya keyakinan bahwa kita tidaksedang menghianati kebenaran. Etika itu ada di dalam diri kita.


Dan kemudian kalau kita bicara tentang total, atau di dalam bahasa ekonomiyang keren namanya agregat, setiap kepala kita dijumlahkan menjadi etikayang jumlahnya agregat atau publik, pertanyaannya adalah apakah di dalamdomain publik ini setiap etika pribadi kita bisa dijumlahkan danmenghasilkan barang publik yang kita inginkan, yaitu suatu rambu-rambunorma yang mengatur dan memberikan guidance kepada kita.


Saya termasuk yang sungguh sangat merasakan penderitaan selama menjadimenteri. Karena itu tidak terjadi. Waktu saya menjadi menteri, sering sayaharus berdiri atau duduk berjam-jam di DPR. Disitu anggota DPR bertanyabanyak hal. Kadang-kadang bernada pura-pura sungguh-sungguh. Merekemngkritik begitu keras. Tapi kemudian mereka dengan tenangnya mengatakan'Ini adalah panggung politik bu.'


Waktu saya dulu masuk menteri keuangan pertama saya masih punya dua Dirjenyang sangat terkenal, Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai saya. Merekasangat powerfull. Karena pengaruhnya, dan respectability karena saya tidaktahu karena kepada angota dewan sangat luar biasa. Dan waktu saya ditanya,mulainya dari...? Segala macem. Setiap keputusan, statemen saya dan yanglain-lain selalu ditanya dengan sangat keras. Saya tadinya cukup naifmengatakan, "Oh ini ongkos demokrasi yang harus dibayar." Dan saya legowosaja dengan tenang menulis pertanyaan-pertanya an mereka.


Waktu sudah ditulis mereka keluar ruangan, nggak pernah peduli mau dijawabatau tidak. Kemudian saya dinasehati oleh Dirjen saya itu, "Ibu tidak usahdimasukkan ke hati bu. Hal seperti itu hanya satu episod drama saja. "Tapi kemudian itu menimbulkan satu pergolakan batin orang seperti saya.Karena saya kemudian bertanya. Tadi dikaitkan dengan etika publik, kalauorang bisa secara terus menerus berpura-pura, dan media memuat, dan tidakada satu kelompokpun mengatakan bahwa itu kepura-puraan maka kitabertanya, apalagi? siapa lagi yang akan menjadi guidance? yang mengingatkan kita dengan, apa yang disebut, norma kepantasan. Dan itusungguh berat. Karena saya terus mengatakan kalau saya menjadi pejabatpublik, ongkos untuk menjadi pejabat publik, pertama, kalau saya tidakcorrupt, jelas saya legowo nggak ada masalah. Tapi yang kedua saya menjadikhawatir saya akan split personality.


Waktu di dewan saya menjadi personality yang lain, nanti di kantor sayaakan menjadi lain lagi, waktu di rumah saya lain lagi. Untung suami dananak-anak saya tidak pernah bingung yang mana saya waktu itu. Dan itusesuatu yang sangat sulit untuk seorang seperti saya untuk harusberubah-ubah. Kalau pagi lain nilainya dengan sore, dan sore lain denganmalam. Malam lain lagi dengan tengah malam. Kan itu sesuatu yang sangatsulit untuk diterima. Itu ongkos yang paling mahal bagi seorang pejabatpublik yang harus menjalankan dan ingin menjalankan secara konsisten.


Nah, oleh karena itu, didalam konteks inilah kita kan bicara mengenaikebijakan publik, etika publik yang seharusnya menjadi landasan, arahanbagi bagaimana kita memproduksi suatu tindakan, keputusan, yang itu adalahuntuk urusan rakyat. Yaitu kesejahteraan rakyat, mengurangi penderitaanmereka, menaikkan suasana atau situasi yang baik di masyarakat, namun disisi lain kita harus berhadapan dengan konteks kekuasaan dan strukturpolitik. Dimana buat mereka norma dan etika itu nampaknya bisa tidak hanyadouble standrart, triple standart.


Dan bahkan kalau kita bicara tentang istilah dan konsep mengenai konflikkepentingan, saya betul-betul terpana. Waktu saya menjadi executivedirector di IMF, pertama kali saya mengenal apa yang disebut birokrat darinegara maju. HAri pertama saya diminta untuk melihat dan tandatanganmengenai etika sebagai seorang executive director, do dan don'ts. Disitujuga disebutkan mengenai konsep konflik kepentingan. Bagaimana suatuinstitusi yang memprodusir suatu policy publik, untuk level internasional,mengharuskan setiap elemen, orang yang terlibat di dalam proses politikatau proses kebijakan itu harus menanggalkan konflik kepentingannya. Dankalau kita ragu kita boleh tanya, apakah kalau saya melakukan ini ataumenjabat yang ini apakah masuk dalam domain konflik kepentingan. Danmereka memberikan counsel untuk kita untuk bisa membuat keputusan yangbaik.


Sehingga bekerja di institusi seperti itu menurut saya mudah. Dan kalausampai anda tergelincir ya kebangetan aja anda. Namun waktu kembali keIndonesia dan saya dengan pemahaman pengenai konsep konflik kepentingan,saya sering menghadiri suatu rapat membuat suatu kebijakan, dimanakebijakan itu akan berimplikasi kepada anggaran, entah belanja, entahinsentif, dan pihak yang ikut duduk dalam proses kebijakan itu adalahpihak yang akan mendapatkan keuntungan itu. Dan tidak ada rasa risih.Hanya untuk menunjukkan yang penting pemerintahan efektif, jalan. Kuenyadibagi ke siapa itu adalah urusan sekunder.


Anda bisa melihat bahwa kalau pejabat itu adalah background nya pengusaha,meskipun yang bersangkutan mengatakan telah meninggalkan seluruhbisnisnya, tapi semua orang tahu bahwa adiknya, kakaknya, anaknya, danteteh, mamah, aa' semuanya masih run. Dan dengan tenangnya, berbagaikebijakan, bahkan yang membuat saya terpana, kalau dalam hal ini apadisebutnya? kalau dalam bahasa inggris apa disebutnya?i drop my job atauapa..bengong itu.


Kita bingung bahwa ada suatu keputusan dibuat, dan saya banyak catatanpribadi saya di buku saya. Ada keputusan ini, tiba-tiba besok lagikeputusan itu ternyata yang menimport adalah perusahaannya dia.


Nah ini merupakan sesuatu hal yang barangkali tanpa harus mendramatisiryang dikatakan oleh Rocky tadi seolah-olah menjadi the most reasonphenomena. Kita semua tahu, itulah penyakit yang terjadi di jaman ordebaru. Hanya dulu dibuatnya secara tertutup, tapi sekarang dengankecanggihan, karena kemampuan dari kekuasaan, dia mengkooptasi decisionmaking process juga. Kelihatannya demokrasi, kelihatannya melalui prosescheck and balance, tapi di dalam dirinya, unsur mengenai konflikkepentingan dan tanpa etika begitu kental. Etika itu barang yang jarangdisebut pak.


Ada suatu saat saya membuat rapat dan rapat ini jelas berhubungan denganbeberapa perusahaan. Kebetulan ada beberapa dari yang kita undang, diaadalah komisaris dari beberapa perusahaan itu. Kami biasa, dan sayamengatakan dengan tenang, bagi yang punya aviliasi dengan apa yang kitadiskusikan silahkan keluar dari ruangan. Memang itu adalah tradisi yangcoba kita lakukan di kementrian keuangan. Kebetulan mereka adlaahteman-teman saya. Jadi teman-teman saya itu dengan bitter mengatakan, "Mbaani jangan sadis-sadis amat lah kayak gitu. Kalaupun kita disuruh keluarjuga diem-diem aja. Nggak usah caranya kayak gitu."


Saya ingin menceritakan cerita seperti ini kepada anda bagaimana ternyatakonsep mengenai etika dan konflik kepentingan itu, bisa dikatakan sangatlangka di republik ini. Dan kalau kita berusaha untuk menjalankan danmenegakkan, kita dianggap menjadi barang yang aneh. Jadi tadi kalau MC nyamenjelaskan bahwa saya ingin menjelaskan bahwa di luar gua itu ada sinardan dunia yang begitu bagus, di dalam saya dianggap seperti orang yangcerita yang nggak nggak aja. Belum kalau di dalam konteks politik besar,kemudian, wah ini konsep barat pasti 'Lihat saja Sri Mulyani, neolib.'Jadi saya mungkin akan mengatakan bagaimana ke depan di dalam prosespolitik. Tentu adalah suatu keresahan buat kita. Karena episod yangterjadi beberapa kali adalah bahwa di dalam ruangan publik, rakyat ataumasyarakat yang harusnya menjadi the ultimate shareholder dari kekuasaan.Dia memilih, kepada siapapun CEO di republik ini dan dia juga memilih dariorang-orang yang diminta untuk menjadi pengawas atau check terhadap CEOnya.Dan proses ini ternyata juga tidak murah dan mudah.


Sudah banyak orangyang mengatakan untuk menjadi seorang jabatan eksekutif dari levelkabupaten, kota, propinsi, membutuhkan biaya yang luar biasa, apalagipresiden pastinya. Dan biayanya sungguh sangat tidak bisa dibayangkanuntuk suatu beban seseorang. Saya menteri keuangan saya biasa mengurusiratusan triliun bahkan ribuan, tapi saya tidak kaget dengan angka. Tapisaya akan kaget kalau itu menjadi beban personal.


Seseorang akan menjadi kandidat mengeluarkan biaya sebesar itu. Kalkulasimengenai return of investment saja tidak masuk. Bagaimana anda mengatakandan waktu saya mengatakan sya lihat struktur gaji pejabat negara sungguhsangat tidak rasional. Dan kita pura-pura tidak boleh menaikkan karenakalau menaikkan kita dianggap mau mensejahterakan diri sebelummensejahterakan rakyat. Sehingga muncullah anomali yang sangat tidak bisadijelaskan oleh logika akal sehat, bahkan Rocky bilangnya ada akal miring.Saya mencoba sebagai pejabat negara untuk mengembalikan akal sehat denganmengatakan strukturnya harus dibenahi lagi. Namun toh tetap tidak bisamenjelaskan suatu proses politik yang begitu sangat mahalnya.


Sehingga memunculkan suatu kebutuhan untuk berkolaborasi dengan sumberfinansialnya. Dan disitulah kontrak terjadi. Di tingkat daerah, tidakmungkin itu dilakukan dengan membayar melalui gajinya. Bahkan melalui APBDnya pun tidak mungkin karena size dari APBN nya kadang-kadang tidaksebesar atau mungkin juga lebih sulit. Sehingga yang bisa adalah melaluipolicy. Policy yang bisa dijual belikan. Dan itu adalah adalah bentukhasil dari suatu kolaborasi.


pertanyaan untuk kita semua, bagaimana kita menyikapi hal ini didalamkonteks bahwa produk dari kebijakan publik, melalui sebuah proses politikyang begitu mahal sudah pasti akan distated dengan struktur yang membentukawalnya. KArena kebijakan publik adalah hilirnya, hasil akhir. Hulunyayang memegang kekuasaan, lebih hulu lagi adalah prosesnya untukmendapatkan kekuasaan itu demikian mahal.


Dan itu akan menjadi pertanyaan yang concern untuk sebuah sistemdemokrasi. Maka pada saat kita dipilih atau diminta untuk menjadi pembantuatau menjadibagian dari pemerintah, Tentu kita tidak punya ilusi bahwaruangan politik itu vakum atau hampa dari kepentingan. politik dimana sajapasti tentang kepentingan. Dan kepentingan itu kawin diantara beberapakelompok untuk mendapatkan kekuasaan itu. Pasti itu perkawinannya adalah pada siapa saja yang menjadi pemenang.


Kalau pada hari ini tadi disebutkan ada yang menanyakan atau menyesalkanatau ada yang menangisi ada yang gelo (jawa:menyesal. red), kenapa kok SriMulyani memutuskan untuk mundur dari Menteri Keuangan. Tentu ini adalah suatu kalkulasi dimana saya menganggap bahwa sumbangan saya, atau apapun yang saya putuskan sebagai pejabat publik tidak lagi dikehendaki di dalamsistem politik. Dimana perkawinan kepentingan itu begitu sangat dominandan nyata. Banyak yang mengatakan itu adalah kartel, saya lebih suka pakaikata kawin, walaupun jenis kelaminnya sama. (ketawa dan tepuktangan)


Karena politik itu lebih banyak lakinya daripada perempuan makanya sayakatakan tadi. Hampir semua ketua partai politik laki kecuali satu. Dan didalam bahwa dimana sistem politik tidak menghendaki lagi atau dalam halini tidak memungkinkan etika publik itu bisa dimnculkan, maka untuk orangseperti saya akan menjadi sangat tidak mungkin untuk eksis. Karena pada saat saya menerima tangungjawab untuk menjadi pejabat publik, saya sudahberjanji kepada diri saya sendiri, saya tidak ingin menjadi orang yangakan menghianati dengan berbuat corrupt. Saya tidak mengatakan itugampang. Sangat painful. Sungguh painful sekali. Dan saya tidak mengatakanbahwa saya tidak pernah mengucurkan atau meneteskan airmata untukmenegakkan prinsip itu. Karena ironinya begitu besar. Sangat besar.


Anda memegang kekuasaan begitu besar. Anda bisa, anda mampu, anda bahkan boleh,bahkan diharapkan untuk meng abuse nya oleh sekelompok yang sebetulnyamenginginkan itu terjadi agarnyaman dan anda tidak mau. (tepuk tangan) Pada saat yang sama anda tidakselalu di apresiasi. P2D kan baru muncul sesudah saya mundur (ketawa,disini dia terlihat mengusapkan saputangan ke matanya).Jadi ya terlambat tidak apa-apa, terbiasa. Saya masih bisa menyelamatkanrepublik ini lah.Jadi saya tidak tahu tadi, Rocky tidak ngasih tahu saya berapa menit atauberapa jam. Soalnya diatas jam 9 argonya lain lagi nanti. Jadi saya gimana harus menutupnya. Nanti kayaknya nyanyi aja balik terus nanti.


Mungkin saya akan mengatakan bahwa pada bagian akhir kuliah saya ini ataucerita saya ini saya ingin menyampaikan kepada semua kawan-kawan disini.Saya bukan dari partai politik, saya bukan politisi, tapi tidak berartisaya tidak tahu politik. Selama lebih dari 5 tahun saya tahu persisbagaimana proses politik terjadi. Kita punya perasaan yang bergumul ataubergelora atau resah. Keresahan itu memuncak pada saat kita menghadapirealita jangan-jangan banyak orang yang ingin berbuat baik merasafrustasi. Atau mungkin saya akan less dramatic.


Banyak orang-orang yang harus dipaksa untuk berkompromi dan sering kita menghibur diri denganmengatakan kompromi ini perlu untuk kepentingan yang lebih besar.Sebetulnya cerita itu bukan cerita baru, karena saya tahu betul pergumulanpara teknokrat jaman Pak Harto, untuk memutuskan stay atau out adalah padadilema, apakah dengan stay saya bisa membuat kebijakan publik yang lebihbaik sehingga menyelamatkan suatukerusakan yang lebih besar. Atau anda out dan anda disitu akan punya kansuntuk berbuat atau tidak, paling tidak resiko getting associated withmenjadi less. Personal gain, public loss. If you are stay, dan itu yangsaya rasakan 5 tahun, you suddenly feel that everybody is your enemy.


KArena no one yang sangat simpati dan tahu kita pun akan tidak terlaluhappy karena kita tetap berada di dalam sistem. Yang tidak sejalan denganktia juga jengkel karena kita tidak bisa masuk kelompok yang bisa diajakenak-enakan. Sehingga anda di dalam di sandwich di dua hal itu. Dan itubukan suatu pengalaman yang mudah. Sehingga kita harus berkolaborasi untukmembuat space yang lebih enak, lebih banyak sehingga kita bisa menemukankesamaan.


Nah kalau kita ingin kembali kepada topiknya untuk menutup juga, saya rasaforum-forum semacam ini atau saya mengatakan kelompok seperti anda yangduduk pada malam hari ini adalah kelompok kelas menengah. YAng sangatsadar membayar pajak. Membayarnya tentu tidak sukarela, tidak seorang yangpatriotik yang mengatakan dia membayar pajak sukarela. Tapi meskipun tidaksukarela, anda sadar bahwa itu adalah suatu kewajiban untuk menjagarepublik ini tetap berdaulat. Dan orang seperti anda yang tau membayarpajak adalah kewajiban dan sekaligus hak untuk menagih kepada negara,mengembalikan dalam bentuk sistim politik yang kita inginkan. Makasebetulnya di tangan orang-orang seperti anda lah republik ini harusdijaga. Sungguh berat, dan saya ditanya atau berkali-kali di banyak forumuntuk ditanya, kenapa ibu pergi? Bagaimana reformasi, kan yang dikerjakansemua penting. Apakah ibu tidak melihat Indonesia sebagai tempat untukpengabdian yang lebih pentingdibandingkan bank dunia.


Seolah-olah sepertinya negara ini menjadi tanggungjawab Sri Mulyani. Dan sayakeberatan. Dan saya ingin sampaikan di forum ini karena anda jugabertanggungjawab kalau bertama hal yang sama ke saya. Anda semuabertanggungjawab sama seperti saya. Mencintai republik ini dengan banyaksekali pengorbanan sampai saya harus menyampaikan kepada jajaran pajak,jajaran bea cukai, jajaran perbendaharaan, "Jangan pernah putus asamencintai republik." Saya tahu, sungguh sulit mengurusnya pada masa-masatransisi yang sangat pelik.


Kecintaan itu paling tidak akan terus memelihara suara hati kita. Danbahkan menjaga etika kita di dalam betindak dan berbuat serta membuatkeputusan. Dan saya ingin membagi kepada teman-teman disini, karenaterlalu banyak di media seolah-olah ditunjukkan yang terjadi dari aparatdi kementrian keuangan yang sudah direformasi masih terjadi kasus sepertiGayus.


Saya ingin memberikan testimoni bahwa banyak sekali aparat yangbetul-betul genuinly adalah orang-orang yang dedicated. Mereka yang cintarepublik sama seperti anda. Mereka juga kritis, mereka punya nurani,mereka punya harga diri. Dia bekerja pada masing-masing unit, mungkinmereka tidak bersuara karena mereka adalah bagian dari birokrat yang tidakboleh bersuara banyak tapi harus bekerja.


Sebagian kecil adalah kelompok rakus, dan dengan kekuasaan sangat senanguntuk meng abuse. Tapi saya katakan sebagian besar adalah orang-orang baikdan terhormat. Saya ingin tolong dibantu, berilah ruang untuk orang-orangini untuk dikenali oleh anda juga dan oleh masyarakat. Sehingga landscapenegara ini tidak hanya didominasi oleh cerita, oleh tokoh, apalagidipublikasi dengan seolah-oalh menggambarkan bahwa seluruh sistem iniadalah buruk dan runtuh. Selama seminggu ini saya terus melakukanpertemuan dan sekaligus perpisahan dengan jajaran di kementrian keuangandan saya bisa memberikan, sekali lagi, testimoni bahwa perasaan merekauntuk membuktikan bahwa reform bisa jalan ada disana. Bantu mereka untuktetap menjaga api itu. Dan jangan kemudian anda disini bicara dengan saya,ya bisa diselamatkan kalau sri mulyani tetap menjadi Menteri keuangan.Saya rasa tidak juga.


Suasana yang kita rasakan pada minggu-minggu yang lalu, bulan-bulan yanglalu, seolah-olah persoalan negara ini disandera oleh satu orang, srimulyani. Sedemikian pandainya proses politik itu diramu sedemikiansehingga seolah-olah persoalannya menjadi persoalan satu orang. Seseorangyang pada sautu ketika dia harus membuat keputusan yang sungguh tidakmudah, dengan berbagai pergumulan, kejengkelan, kemarahan, kecapekan,kelelahan, namun dia harus tetap membuat kebijakan publik. Dia berusaha,berusaha di setiap pertemuan, mencoba untuk meneliti dirinya sendiriapakah dia punya kepentingan pribadi atau kelompok, dan apakah diadiintervensi atau tidak, apakah dia membuat keputusan karena ada tujuanyang lain. Berhari-hari, berjam-jam dia bertanya, dia minta, diamengundang orang dan orang-orang ini yang tidak akan segan mengingatkankepada saya. Meskipun mereka tahu saya menteri, mereka lebih tua darisaya. Orang seperti pak Darmin, siapa yang bisa bilangatau marahin pak marsilam?Wong semua orang dimarahin duluan sama dia.


Mereka ada disana hanya untuk mengingatkan saya berbagai rambu-rambu,berbagai pilihan dan pilihan sudah dibuat. Dan itu dilaporkan, dan itudiaudit dan itu kemudian dirapatkan secara terbuka. Dan itu kemudiandirapatkerjakan di DPR. Bagaimana mungkin itu kemudia 18 bulan kemudiandia seolah-olah menjadi keputusan individu seorang Sri Mulyani. Proses ituberjalan dan etika sunyi. Akal sehat tidak ada. Dan itu memunculkan suatuperasaan apakah pejabat publik yang tugasnya membuat kebijakan publik padasaat dia sudah mengikuti rambu-rambu, dia masih bisa divictimize olehsebuah proses politik.


 SAya hanya mengatakan, kalau dulu pergantian rezim orde lama ke orde baru,semua orang di stigma komunis, kalau ini khusus didisain pada erareformasi seorang distigma dengan sri mulyani identik dengan century.Mungkin kejadiannya di satu orang saja, tapi sebetulnya analogi dankesamaan mengenai suatu penghakiman telah terjadi.


Sebetulnya disitulah letak kita untuk mulai bertanya, apakah prosespolitik yang didorong, yang dimotivate, yang ditunggangi oleh suatukepentingan membolehkan seseorang untuk dihakimi, bahkan tanpa pengadilan.Divonis tanpa pengadilan. Itu barangkali adalah suatu episod yangsebetulnya sudah berturut-turut kita memahami konsekuensi sebagai pejabatpublik yang tujuannya membuat kebijakan publik, dan berpura-puraseolah-olah ada etika dan norma yang menjadi guidance kita dibenturkandengan realita-realita politik.


Dan untuk itu, saya hanya ingin mengatakan sebagai penutup, sebagian dari anda mengatakan apakah Sri mulyani kalah, apakah sri mulyani lari? Dansaya yakin banyak yang menyesalkan keputusan saya. Banyak yang menganggap itu adalah suatu loss atau kehilangan. Diantara anda semua yang adadisini, saya ingin mengatakan bahwa saya menang.


Saya berhasil. Kemenangan dan keberhasilan saya definisikan menurut saya karena tidak didikte olehsiapapun termasuk mereka yang menginginkan saya tidak disini. (applause)Saya merasa berhasil dan saya merasa menang karena definisi saya adalahtiga. Selama saya tidak menghianati kebenaran, selama saya tidakmengingkari nurani saya, dan selama saya masih bisa menjaga martabat danharga diri saya, maka disitu saya menang. Terimakasih



Politik.... kini telah membuat kita kehilangan tokoh sehebat SMI. Semoga suatu saat SMI bisa kembali lagi untuk bersama-sama orang hebat lainnya memperjuangkan perekonomian Indonesia.

Sunday, December 12, 2010


Kapan Nikah??

1

"Kapan nikah?", "undangannya mana?", "kenalin donk sama calonnya"..

Ini pertanyaan yang belakangan sering dikeluhkan teman-teman kepada saya. Mereka selalu ditanyakan hal-hal seperti itu..

Saya bukannya ga pernah mendapatkan pertanyaan sejenis, tapi mungkin saya tergolong orang yang cuek ya.. Lebaran tahun ini saya cukup dibombardir dengan pertanyaan ini. Tapi aneh nya (saya juga ga yakin ini beneran aneh atau ga), orang tua saya ga pernah nanyain hal begituan..

Apakah saya masih gadis kecilnya?? (cieeee.... gadis kecil), atau memang karna ibu saya sudah punya beberapa orang cucu? Kaya di sinetron-sinetron itu (ups... ketauan tontonannya sinetron :) ), biasanya orang tua pengen anaknya cepet-cepet nikah karna pengen menimang cucu (singing: timang-timang.. cucu ku sayang..). Kebetulan temen-temen saya kebanyakan anak sulung, atau punya kakak cowo yang ga pengen cepet-cepet nikah. Alhasil anak cewe nya lah yang disuruh cepet2 nikah.. (jadi nikah buat dapet cucu doank??? ;p)

Ibu dan bapak saya adalah orang tua bahagia dengan 5 orang anak dan 5 orang cucu.. Keluarga kami rame. Rame sama tangisan bayi (ya, 2 orang masih bayi), rame sama rengekan minta diajakin jajan, dan rame sama suara Play Station. O ya satu lagi, rame antriannya pas lebaranan, nunggu dikasih THR sama om dan tantenya :) Dulu waktu nikah sama bapak, ibu kebayang ga ya punya keluarga sebesar ini?

Bapak saya adalah suami dan ayah yang baiiiiiiik banget. kakak ipar saya (cowo), juga baik-baik banget. Nah, hal ini lah yang membuat kriteria buat jadi calon suami saya jadi agak berat juga. Bapak dan kakak ipar saya dijadiin standar minimalnya. Yah, minimal sama kaya Bapak atau abang-abang saya. Jadi buat seseorang di luar sana, teteplah menjadi calon menantu yang baik... :))

Semua tentang Jodoh

1

Katanya jodoh itu di tangan Tuhan. Padahal ga hanya jodoh kan ya? Semua juga ditentukan Tuhan, di tangan Tuhan..

Katanya jodoh itu udah ditentukan Tuhan. Jadi ga perlu risau.. Ya, kali ini saya tidak mau membahas jodoh dalam artian pasangan hidup (ihiiiiiy... :)) ).. Kata bos saya, buat seorang banker, nasabah itu juga jodoh-jodohan. Kalo ga berjodoh, ya ga bakalan berbank dengan anda.
Sama hal nya dengan jodoh dalam artian pasangan hidup, pastinya bakalan kesel banget kalo ternyata orang yang selama ini deket dengan anda ternyata bukan jodoh anda. Saya juga ga tau sih, gimana nentuin itu jodoh kita atau bukan, tapi saya artikan secara sederhana bahwa kalo Anda ga bisa melanjutkan hubungan Anda ke hal yang lebih serius (baca; nikah) artinya ga jodoh. Udah banyak hal yang anda lewati bersamanya, udah banyak hal yang anda korbankan mungkin atau udah banyak pengorbanannya buat Anda.

Bagi seorang banker, saat Anda sudah menganalisa abis-abisan suatu perusahaan, sudah anda datengin, komunikasi sudah intens, dan sudah ada persetujuan dari pemegang kewenangan di tempat anda (FYI: itu prosesnya cukup memakan waktu dan menguras tenaga, emosi dan pikiran), tiba-tiba batal dengan berbagai alasan, itu namanya juga belum jodoh.. Jadi terima aja.. Sbenarnya nyesek banget lho kalo ini kejadian (ya, saya sudah mengalaminya.. Tapi buat rekan saya yang saya sebut 'bukep' hal ini udah kejadian beberapa kali malahan.. hahahahhaha.. kasian ya kita.. eh, ga mau dikasihani ah..).. Ya, kalo anda memprospek sebuah perusahaan, salah satu doa yang harus Anda mohonkan di awal inisiasi anda adalah,

" Ya Tuhanku yang Maha Mengetahui dan Maha Menentukan, jika perusahaan ini berjodoh untuk ber-bank dengan ku, berikanlah hamba kekuatan dan kemampuan dalam mewujudkannya, bukakan pintu hati pemegang kewenangan hamba untuk menyetujinya, semoga kelak perusahaan ini menjadi Debitur yang 'baik-baik' aja. Kalo memang perusahaan ini tidak berjodoh dengan hamba, segera tunjukkan alasan hamba untuk menolaknya, berikan keikhlasan kepada hamba untuk menerimanya dan mohon gantikan dengan calon nasabah lain yang lebih baik".. Amiiiiiin

Intinya, "semua tentang jodoh" adalah anda harus ikhlas menerima apapun. Balik lagi, kita hanya manusia biasa, Tuhan lah yang menentukan segalanya. Selalu lah berbaik sangka kepada Tuhan, maka kita pun akan mendapatkan yang terbaik. Semoga.. Sukses untuk kita, anda, dan semua orang yang berpikir positif... keep fighting, keep smiling, keep praying..

Unexpected Job

0
Dulu waktu saya masih kecil, ibu saya berharap saya jadi Dokter. Yah... sama kaya orang tua pada umumnya, berasa bangga banget kalo anaknya jadi Dokter. katanya, kalo jadi dokter tuh pahalanya gede, lewat tangan seorang Dokter, Tuhan menyelamatkan hamba-Nya, mulai dari anak-anak yang rewel karna ingusan mulu (*jadi inget Jendral saya yang bilang saya anak ingusan) sampai kakek-kakek yang udah jadiin rumah sakit sebagai rumah pertamanya gara-gara kolesterol-lah, jantung lah, stroke lah... Bagi ibu saya, Dokter itu kayak orang yang paling berjasa.
Buat saya ga masalah dengan keinginan ibu saya ini. Karna saya sebenarnya juga pengen jadi Dokter.


Tapi nasib berkata lain. Saya malah kuliah di jurusan ekonomi. Yang kata orang-orang itu jurusannya tukang tipu. Jurusannya para kapitalis atau nasionalis atau neolib.
Saat saya memutuskan untuk mengambil jurusan ini, saya berharap setidaknya saya bisa ketemu Sri Mulyani. Sebuah pelarian yang sangat sederhana. Semangat saya adalah, saya satu almamater sama Sri Mulyani yang saya idolakan dari saya masih SD.. (ya, saya memang aneh.. Disaat anak-anak masih mengidolakan sailormoon, ksatria baja hitam, power rangers, ninja hattori, saya sukanya Sri Mulyani.. Tapi saya tidak se-freak itu, saya suka Doraemon, bahkan sampe sekarang).


3,5 tahun di kampus itu, mengantarkan saya pada satu hari dimana katanya hari persidangan. Bedanya sama persidangan umumnya, saya tidak disidang di meja hijau, tapi meja coklat dengan bantuan laptop dan infocus. Entah kenapa, saat itu saya membahas "Pengaruh Struktur Pendapatan Bank terhadap Risikonya: Analisis Empiris terhadap Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2007.

Pertanyaan penutup dari penguji waktu itu adalah, "Apakah Anda ingin kerja di perbankan". Dengan sangat cepat saya jawab," Tidak Pak".


Saya memang tidak bercita-cita kerja di bank. Saya maunya kerja di sebuah perusahaan otomotif di Sunter. Bukan karna saya suka otomatif, tapi menurut saya itu perusahaan keren aja..


Lagi-lagi, saya sebut ini takdir. Sekarang saya seorang "banker". Tepatnya 1,5 tahun yang lalu sebuah bank BUMN menerima saya. Karna bank ini cukup terkenal, Ibu saya sangat senang dan setuju saya menerima pekerjaan itu... Yah, memang sangat sederhana sekali alasan ibu saya menyetujuinya.

Satu bulan berselang saya sebagai seorang banker, tawaranpun dateng dari perusahaan idaman saya. Tapi, lagi-lagi takdir kata ibu saya, saya harus berpuas diri sebagai banker, dan mengabaikan tawaran itu. Katanya ridho nya ibu itu ridhonya Tuhan. Sejak saat itu sampai sekarang saya seorang banker.


Pertanyaannya, bahagia kah saya dengan pekerjaan ini? Mungkin belum. Ya, saya tidak mau menjawab tidak, karna saya berharap selama saya disini, saya bahagia menjalani profesi ini. Saya juga tidak bisa menjawab iya, karna kata nenek boong itu dosa.

Sebuah pekerjaan yang membuat saya harus lebih belajar arti kesabaran (lebay ya?? semua pekerjaan harus sabar kali..). Dan sebuah pekerjaan yang menuntut kemampuan "merangkai kata", kalo bahasa lebih kentara nya, kata bos saya, "boong dikit ga papa lah".. Tapi dikit-dikit lama-lama jadi bukit kan ya??

Entahlah.. bagaimanapun, saya harus bersyukur dan memang saya bersyukur dengan profesi ini. Sampai nanti (lagi-lagi) takdir mengantarkan saya ke profesi lainnya....

Thursday, December 9, 2010


Karna harus punya hobi

1
Saya sebenarnya ga suka nulis, apalagi baca. Tapi seorang teman pernah bilang kalo kita harus punya hobi. Saya ga tau hobi saya apa..*duh, labilnya.. Yak, karna kata2 harus itu, saya berusaha untuk punya hobi yang agak2 guna. Saya nemu hobi yang rencananya akan saya tekuni, hobi motret. Ternyata hobi ini butuh tunjangan dana yang cukup besar. Saya ga punya kamera yang cukuk men-support rencana hobi ini. Jadi sebelum saya bisa punya tuh kamera, mending saya coba dulu untuk menekuni hobi menulis (*secara hobi ini gratis)
Blog ini juga didisain sama temen kantor saya. Big thx to my bukep* (*stands for bu kepala geng). Mudah-mudahan blog ini bisa jadi salah satu tempat berbagi dengan teman2 semua.